Kartosuro sejatinya hanya sebuah kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Tetapi, Kartosuro tampak lebih hidup dari Sukoharjo. Itu karena letak strategis Kartosuro di persimpangan tiga kota penting di Jawa: Solo, Yogyakarta, dan Semarang.

Titik persimpangan tiga kota pusat budaya Jawa itu ditandai dengan sebuah tugu. Orang sekitar mengenalnya Tugu Kartosuro.

Satu kilometer dari Tugu Kartosuro ke arah selatan, adalah markas Grup 2 Kopassus. Markasnya sangat luas, hampir satu desa. Sering disebut sebagai Kandang Menjangan, karena memang dulunya dikenal hutan tempat rusa berkumpul. Markas ini masuk wilayah Kabupaten Sukoharjo, tetapi di seberang jalannya, masuk wilayah Kabupaten Boyolali.

Di depan markas Grup 2, warga yang lewat harus hati-hati. Terpasang 'polisi tidur' dengan gundukan lumayan besar di jalan raya poros Solo-Yogyakarta itu. Ada pintu jaga sebelum masuk lapangan upacara seluas dua lapangan bola. Selalu ada penjaga di depan pintu masuk Grup 2.

Warga sekitar yang biasa lewat depan markas Grup 2 ini sadar mereka dilarang ngebut atau bertingkah. Sering, kalau ada orang mengendarai kendaraan sembarangan di depan markas itu, dihukum push up oleh petugas jaga. Warga sekitar tahu, itu adalah markas salah satu Korps militer paling disegani di Indonesia. Korps paling elit.

Dari waktu ke waktu korps ini terus berkembang. Tahun 1996, di bawah kepemimpinan Prabowo, Kopassus terdiri dari lima grup pasukan; grup satu adalah group parakomando yang berkedudukan di Banten. Selain di Banten, grup parakomando adalah yang ada di Kartosuro itu. Sementara grup 3 adalah pusat pendidikan pasukan khusus di Batujajar. Grup empat, Sandhi Yudha di Jakarta dan detasemen 81 yang kemudian disebar di semua grup.

Salah satu ksatrian di Grup 2 ini dinamai Kstarian Slamet Riyadi. Prajurit Slamet Riyadi adalah salah satu pahlawan nasional yang juga diabadikan menjadi nama jalan urat nadi Solo. Sekitar 10 kilometer dari markas Grup 2, ada juga patung Slamet Riyadi berdiri tegak di jantung kota Solo.



Nama Overste Slamet Riyadi melejit sejak usia muda. Umur 24 tahun sudah menjadi letnan kolonel dengan karir militer cemerlang. Dia memiliki kemampuan diplomasi yang baik. Buktinya dia sempat berdiplomasi dengan Mayor Ohl dari ketentaraan Belanda.

Di masa revolusi Slamet Riyadi menjadi tentara TKR yang menonjol. Dia berhasil memimpin penyerbuan Kenpeitai. Rentetan keberhasilan itu membuat karir Slamet Riyadi melesat, dan dalam waktu singkat berhasil menjabat sebagai mayor.

Umur 19 tahun sudah memimpun batalyon, tanpa ada selentingan dari kawan-kawanya. Bisa jadi Slamet Riyadi menjadi komandan batalyon termuda dalam sejarah militer Indonesia. Bayangkan, Batalyon biasanya terdiri dari 4 kompi dengan anggota antara 400 hingga 500 orang dipimpin pemuda ingusan.

Kini, di ksatrian tempat nama Slamet Riyadi diabadikan sedang terbelit persoalan. 11 anggota pasukannya diketahui menyerbu Lapas Cebongan dan menembak 4 tahanan di dalamnya. Tentu, mereka bakal diproses hukum.

sumber: merdeka.com