Di
akhir-akhir bulan Ramadhan, ada amalan mulia yang bisa dipraktekkan. Di
antara tujuan melakukan amalan ini adalah kemudahan untuk meraih
Lailatul Qadar, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan, selain
itu juga untuk mudah berkonsentrasi dalam ibadah pada Allah Ta’ala.
Amalan itu adalah amalan i’tikaf.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما – قَالَ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ
رَمَضَانَ
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar
radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan
(HR. Bukhari no. 2025 dan Muslim no. 1171).
Dalil di atas
menunjukkan disyari’atkannya i’tikaf. Yang dimaksud i’tikaf adalah
menetap di masjid yang diniatkan untuk beribadah yang dilakukan oleh
orang tertentu dengan tata cara tertentu. Perlu diketahui bahwa hukum
i’tikaf itu sunnah dan bukan wajib. Ibnul Qayyim rahimahullah telah
menjelaskan maksud i’tikaf dalam kitab Zaadul Ma’ad (2: 82-83),
“Maksud i’tikaf adalah mengkonsentrasikan hati supaya beribadah penuh
pada Allah. I’tikaf berarti seseorang menyendiri dengan Allah dan
memutuskan dari berbagai macam kesibukan dengan makhluk. Yang beri’tikaf
hanya berkonsentrasi beribadah pada Allah saja. Dengan hati yang
berkonsetrasi seperti ini, ketergantungan hatinya pada makhluk akan
berganti pada Allah. Rasa cinta dan harapnya akan beralih pada Allah.
Ini tentu saja maksud besar dari ibadah mulia ini. Jika maksud i’tikaf
memang demikian, maka berarti i’tikaf semakin sempurna jika dilakukan
dengan ibadah puasa. Dan memang lebih afdhol dilakukan di hari-hari
puasa”.
Di
akhir-akhir bulan Ramadhan, ada amalan mulia yang bisa dipraktekkan. Di
antara tujuan melakukan amalan ini adalah kemudahan untuk meraih
Lailatul Qadar, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan, selain
itu juga untuk mudah berkonsentrasi dalam ibadah pada Allah Ta’ala.
Amalan itu adalah amalan i’tikaf.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما – قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan (HR. Bukhari no. 2025 dan Muslim no. 1171).
Dalil di atas menunjukkan disyari’atkannya i’tikaf. Yang dimaksud i’tikaf adalah menetap di masjid yang diniatkan untuk beribadah yang dilakukan oleh orang tertentu dengan tata cara tertentu. Perlu diketahui bahwa hukum i’tikaf itu sunnah dan bukan wajib. Ibnul Qayyim rahimahullah telah menjelaskan maksud i’tikaf dalam kitab Zaadul Ma’ad (2: 82-83),
“Maksud i’tikaf adalah mengkonsentrasikan hati supaya beribadah penuh pada Allah. I’tikaf berarti seseorang menyendiri dengan Allah dan memutuskan dari berbagai macam kesibukan dengan makhluk. Yang beri’tikaf hanya berkonsentrasi beribadah pada Allah saja. Dengan hati yang berkonsetrasi seperti ini, ketergantungan hatinya pada makhluk akan berganti pada Allah. Rasa cinta dan harapnya akan beralih pada Allah. Ini tentu saja maksud besar dari ibadah mulia ini. Jika maksud i’tikaf memang demikian, maka berarti i’tikaf semakin sempurna jika dilakukan dengan ibadah puasa. Dan memang lebih afdhol dilakukan di hari-hari puasa”.
Dalam hadits muttafaqun ‘alaih disebutkan,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ – رضى الله عنهما – قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan (HR. Bukhari no. 2025 dan Muslim no. 1171).
Dalil di atas menunjukkan disyari’atkannya i’tikaf. Yang dimaksud i’tikaf adalah menetap di masjid yang diniatkan untuk beribadah yang dilakukan oleh orang tertentu dengan tata cara tertentu. Perlu diketahui bahwa hukum i’tikaf itu sunnah dan bukan wajib. Ibnul Qayyim rahimahullah telah menjelaskan maksud i’tikaf dalam kitab Zaadul Ma’ad (2: 82-83),
“Maksud i’tikaf adalah mengkonsentrasikan hati supaya beribadah penuh pada Allah. I’tikaf berarti seseorang menyendiri dengan Allah dan memutuskan dari berbagai macam kesibukan dengan makhluk. Yang beri’tikaf hanya berkonsentrasi beribadah pada Allah saja. Dengan hati yang berkonsetrasi seperti ini, ketergantungan hatinya pada makhluk akan berganti pada Allah. Rasa cinta dan harapnya akan beralih pada Allah. Ini tentu saja maksud besar dari ibadah mulia ini. Jika maksud i’tikaf memang demikian, maka berarti i’tikaf semakin sempurna jika dilakukan dengan ibadah puasa. Dan memang lebih afdhol dilakukan di hari-hari puasa”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar