MENGENAL DIRI
Mengenal dan Memahami Hakikat Diri
Seringkali orang bertanya pada dirinya, “Siapakah Aku?” atau “Siapakah
Diriku sebenarnya?” Kajian tentang Diri ini amat penting karena dengan
mengenalnya kita akan mengenal Tuhan Sang Pencipta sebagaimana sabda
Rasulullah Saw.,“Man ‘arafa nafsahu, faqad ‘arafa Rabbahu,” barangsiapa
yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Rabb-nya. Dengan memahami diri
kita dapat menjalankan misi hidup secara sempurna, yaitu mengenal Allah,
menyembah hanya kepada-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Kita tentu
tidak ingin kembali kepada-Nya dalam keadaan tersesat, sebagaimana
firman Allah:
“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar”. (QS. 2:18).
Berikut ini akan dijelaskan secara ringkas tentang hakikat manusia.
Untuk memudahkan pemahaman, maka diuraikan perbedaan beberapa komponen
yang melekat pada diri manusia, yang kadang kita sulit membedakannya.
1. Ruh
Dalam Al Quran, disebut dengan ar-Ruh (jamaknya arwah)
Asal unsurnya dari ruh (sebagian zat Allah) yang ditiupkan ke manusia saat janin berumur 4 bulan.
"Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur". (QS. 32:9)
"Maka
apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh
(ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud
kepadanya".(QS. 38:72)
Setelah ajal akan kembali kepada Allah. Ruh
ini sifatnya suci, tidak pernah kotor dan berada di dalam qalbu manusia
(sebuah tempat yang tidak dapat dimasuki setan) dan berfungsi memberikan
energi untuk nafs, dan memberi nyawa (sukma) bagi jasad
2. Jasad
Asal unsurnya dari bumi (QS. 71:17) dan setelah ajal akan dikubur dan kembali ke bumi.
"Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan
mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali
yang lain". (QS. 20:55)
Karena sifat kebumian, maka ketika
dimasukkan ruh dan nafs, timbullah hawa nafsu dan syahwat. Jasad
mendapatkan energi dari makanan yang berasal dari bumi juga.
"Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang
diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali
yang baik (surga)". (QS. 3:14)
3. Nafs
Dalam Al Quran disebut
dengan an-Nafs (jamaknya anfus atau nufus), asal unsurnya adalah dari
cahaya. Di alam Nur berkumpul nafs-nafs, mulai nafs manusia pertama
sampai nafs manusia terakhir. Nafs ini terdiri dari berbagai macam type
atau kualitas. Untuk memudahkan memahami, sebut saja misalnya, tipe
emas, perak, perunggu dan sebagainya. Nafs-nafs ini akan diundang oleh
janin-janin dalam rahim yang telah berumur 120 hari. Nafs yang bersedia
datang pun sesuai dengan bahan janin, nafs tipe emas akan menempati
wadah dari emas, nafs tipe perak akan menempati wadah dari perak dan
seterusnya.
Nafs yang menempati janin tersebut dimasukkan Ruh, kemudian dipanggil Allah menghadap ke Alam Alastu:
"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
(QS. 7:172)
Di alam Alastu inilah Allah telah menetapkan 4 hal
baginya selama perjalanan di dunia, yaitu: Ajal, Rezeki, Amal, dan
Musibah atau Keberuntungan.
Nafs inilah sebenarnya hakikat dari
manusia, yang dikatakan Nabi Saw, apabila kamu mengenalnya, maka kamu
akan mengenal Tuhanmu. Nafs inilah yang menyebabkan manusia menjadi
makhluk paling mulia.
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya". (QS. 95:4)
Apabila qalbu bersih, maka ruh dapat memberikan energi bagi nafs,
sehingga nafsnya hidup sehat dan dalam Al Quran disebutlah sebagai nafs
al muthmainnah. Apabila qalbu tertutup dosa, maka ruh tidak dapat
memberikan energi, maka nafsnya akan sakit, buta, tuli, bisu dan lumpuh.
Setelah ajal, kondisinya sesuai dengan kondisi nafs terakhir sebelum
ajal. Apabila dalam kondisi sehat, maka nafsnya akan tetap hidup di sisi
Allah.
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan
dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu
dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan
orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak
dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu
memandang baik apa yang telah mereka kerjakan". (QS. 6:122)
"Dan
janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan
Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup,
tetapi kamu tidak menyadarinya". (QS. 2:154)
Apabila dalam kondisi
buta, tuli, bisu atau lumpuh, maka ia akan disiksa di alam kubur. Nafs
akan dimintai pertanggungjawabannya pada Hari Akhir, atas pelaksanaan
sumpah yang dilakukan di Alam Alastu.
4. Hawa Nafsu dan Syahwat
Hawa nafsu dan syahwat timbul akibat nafs dan ruh ditempatkan dalam
jasad. Hawa nafsu dan syahwat dalam Al Quran digambarkan sebagai
kuda-kuda, tali kekangnya adalah qalbu, saisnya adalah nafs, dan
muatannya adalah jasad. Apabila saisnya (nafs) sakit atau lumpuh, maka
kuda-kuda (hawa nafsu dan syahwat) berlari-lari tidak terkendali membawa
muatan (jasad).
Setan menjadikan hawa nafsu dan syahwat ini sebagai
media untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Sesungguhnya nafsu
itu membawa kepada keburukan, kecuali nafsu yang dirahmati (nafsu al
muthmainnah)
5. Qalbu
Qalbu terbagi 2 jenis, Qalbu jasmaniah dan
Qalbu Ruhaniah. Qalbu jasmaniah yaitu jantung yang secara medis
dianggap sebagai pusat kehidupan manusia, sedangkan Qalbu Ruhaniah yaitu
yang merasakan dan memahami. Lebih jauh lagi qalbu inilah yang akan
dapat mengenal Allah Swt, maka disebut pula Qalbu Rabbaniyah.
Qalbu
menjadi antara bagi ruh, nafs dan jasad. Qalbu dan nafs ibarat kaca
dengan rasahnya, apabila qalbu kotor maka tidak berfungsilah nafs
sebagai cermin. Apabila qalbu bersih, maka ia dapat memantulkan ruh
(zat) Allah. Maka jadilah ia pencerminan dari Allah Swt.
Rasulullah
Saw. bersabda, “Dalam diri manusia itu ada segumpal darah, yang apabila
baik maka baik seluruhnya, tetapi apabila buruk maka buruk seluruhnya,
itulah qalbu.” (HR. Bukhari)
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya
Allah tidak memandang kepada tubuh kalian dan tidak pula kepada rupa
kalian, tetapi Dia memandang kepada qalbu kalian.” (HR. Muslim)
Rasulullah Saw bersabda, “Apabila dikehendaki oleh Allah kebajikan pada
seorang hamba, niscaya dijadikannya orang itu memperoleh pelajaran dari
qalbunya.” (HR. Abu Manshur Ad-Dailamy)
Dari Abu Hurairah,
Rasulullah bersabda, “Sekiranya setan-setan tidak mengelilingi qalbu
anak-cucu Adam, niscaya mereka dapat memandang alam malakut yang
tinggi.” (HR. Ahmad)
)* Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar