Sabtu, 10 September 2011

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN GURU DENGAN KETERAMPILAN MENGAJAR MEREKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupannya. Pendidikan dapat mengukur kebesaran suatu bangsa di masa depan. Bangsa yang terdidik dianggap memiliki kekuatan dan kehormatan besar. Sebagaimana dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 :
“Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indoneisia telah mengantarkan pembentukan suatu pemerintahan Negara Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa” (UU RI No.2 tahun 1989).
Kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa” diatas adalah kristalisasi dari kesadaran kebangsaan terhadap pentingnya peranan pendidikan. Kesadaran tersebut menyiratkan bahwa bangunan Negara Republik Indonesia tidak mungkin lestari dan maju tanpa di dukung oleh manusia-manusia yang cerdas.
Hal ini dapat kita lihat pula dalam GBHN 1992/1994 tentang pendidikan nasional yang menyatakan :
“Pendidikan nasional bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian maju, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, professional, dan bertanggung jawab serta menumbuhkan semangat kebangsaan dan kesetiaan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta berorientasi pada masa depan. Iklim belajar mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan budaya belajar di kalangan masyarakat terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif dan keinginan untuk maju”.

Bertolak dari statemen diatas, bangsa Indonesia harus mampu menyiapkan tenaga pendidik yang terampil, yang secara langsung akan berinteraksi dalam proses belajar mengajar (Muhibin Syah, 2001:220). Karena dari peran seorang tenaga pendidik diharapkan masyarakat memperoleh pengetahuan yang berarti. Mereka berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila.
Tugas dan peran guru bagi suatu bangsa sangatlah penting, karena merupakan komponen strategis dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor condisio sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih-lebih pada era kontemporer ini. Betapa canggihnya suatu program pendidikan berbasis teknologi informasi misalnya, tetap tidak bisa meninggalkan peranan guru.
Mutu pendidikan terletak dalam mutu seorang guru. Kendati bukan satu-satunya faktor penentu, namun guru tetap menjadi faktor kunci yang paling menentukan, karena proses kegiatan belajar mengajar ditentukan oleh pendidik dan peserta didik (Hadi Soeparto, 1989:3). Peran guru ini mewakili pentingnya arti sentuhan kemanusiaan dalam pendidikan, dimana peran manusia melebihi segalanya. Terlebih lagi denga adanya manajemen berbasis sekolah yang menurut professionalisme guru dalam mengelola kegiatan pendidikan. Sehingga peran guru sangatlah besar dalam pendidikan dewasa ini.
Untuk itulah seorang guru memerlukan kompetensi keguruan dalam melaksanakan tugas dan perannya. Untuk itu diperlukan standarisasi kompetensi keguruan. Sebagai dukungan, pemerintah memberikan rambu-rambu pada semua pendidikan formal dalam menyediakan tenaga pendidik lewat Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 42 ayat 1 yang menyatakan :
“Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Formulasi tersebut merupakan kemauan keras bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya. Dengan adanya undang-undang ini diharapkan tenaga pendidik yang ada di lembaga pendidikan formal memiliki kualifikasi minimum untuk menjadi seorang guru di jenjang pendidikan dimana ia mengajar dan memiliki sertifikasi baik dalam bentuk ijazah maupun sertifikasi kompetensi.
Dengan demikian, orang yang mendapat kategori layak mengajar berarti memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, diantaranya memiliki latar belakang pendidikan keguruan itulah yang menjadi prasyarat standard kompetensi guru dalam karier professional sebagai pengajar.
Bahkan pemerintah pada saat ini sedang berupaya meningkatkan kualitas proffesionalisme guru diantaranya dengan alih fungsinya SPG/SGP menjadi lembaga lain yakni Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), penyelenggaraan program penyetaraan D-2 untuk guru yang berijazah setingkat SPG, serta program penyetaraan D-3 bagi guru-guru SMP yang berijazah D-2 (Uzer Usman,2001:2).
Dengan kesesuaian latar belakang pendidikan ini pula diharapkan tenaga pendidik yang berada di lembaga pendidikan formal memiliki kompetensi lulusan yang merupakan salah satu standard nasioanal pendidikan kita sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang RI No.20 tahun 2003 pasal 35. Kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan (UU RI Nomor 20 tahun 2003). Diantaranya keterampilan yang harus di muliki oleh seorang tenaga pendidik adalah keterampilan dalam mengajar.
Namun realitas obyektif yang terdapat pada institusi pendidikan formal menunjukan indikasi yang berada dengan idealitasnya, yaitu adanya tenaga pendidik yang tidak memiliki latar belakang pendidikan keguruan memadai. ataupun tenaga pendidik tersebut memiliki latar belakang pendidikan keguruan, namun belum memenuhi syarat untuk menjadi tenaga pengajar sesuai dengan tingkat sekolah yang ia tekuni sebagaimana komposisi yang telah disebutkan diatas.
Hal tersebut dapat saja terjadi pada sistem pendidikan nasional kita yang bersifat masal sehingga menyebabkan kekurangan tenaga pengajar seperti di daerah terpencil dan pedesaan. Kekurangan itu terlihat lebih jelas ketika diadakan program pendidikan dasar 9 tahun yang dilaksanakan secara bertahap mulai tahun pelajaran1994/1995. Keputusan itu menyebabkan banyaknya siswa yang belajar di sekolah namun masih kesulitan dalam mendapatkan tenaga pengajar. Dengan kata lain lembaga-lembaga pendidikan kita masih kekurangan guru yang berkompeten, terutama pada sekolah-sekolah swasta.
Berangkat dari penjelasan diatas, penulis berasumsi bahwa rendahnya tingkat/latar belakang pendidikan seorang guru akan dapat mempengaruhi kompetensinya dalam mengajar. Artinya, rendahnya tingkat pendidikan seorang guru berbanding lurus dengan rendahnya keterampilan mengajarnya, maka di ambillah judul Penelitian HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN GURU DENGAN KETERAMPILAN MENGAJAR MEREKA.
Secara logis dapat dikatakan bahwa keterampilan mengajar, dalam prakteknya menuntut adanya pengetahuan multidisipliner yang secara formal dapat didapatkan melalui lembaga pendidikan keguruan. Walaupun tidak dapat dipungkiri adanya guru yang tidak berkompetensi formal, namun mendapatkan keterampilan mengajar pada lembaga sekolah yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya namun memiliki kemampuan  professional  seorang guru, meskipun dasarnya kemungkinan hanya analisi bukan pertimbangan rasional analitik seorang professional.
Dari fenomena diatas penulis merasakan perlu adanya penelitian tentang hubungan tingkat pendidikan guru dengan keterampilan mengajar sebagaimana diungkapkan Nana Sudjana :
“Tinggi rendahnya pengakuan profesi guru, salah satu diantaranya cukupdari tingkat pendidikan yang ditempuhnya dalam mempersiapkan jabatan tersebut (fre-service educatins) Sungguhpun demikian masih perlu dipersembahkandan dibuktikan bahwa guru yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, lebih tinggi pula kompetensinya jika dibandingkan dengan guru yang berpendidikan lebih rendah.

B.     Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas, maka dapat kami kemukakan rumusan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana tingkat pendidikan guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg dan Kabupen Bandung .
  2. Bagaimana keterampilan mengajar guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg  Kabupaten Bandung.
  3. Apakah terdapat korelasi antara tingkat pendidikan guru dengan keterampilan mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.


C.    Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini adalah :
  1. Untuk mengetahui tingkat pendidikan guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
  2. Untuk mengetahui keteampilan mengajar guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
  3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya korealsi antara tingkat pendidikan dengan keterampilan mengajar guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.



D.    Kerangka Pemikiran
Dalam proses belajar mengajar, seorang guru tidak dapat terlepas dari pendidikan dapat diartikan sebagai proses bimbingan dan pengarahan yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik ke arah pertumbuhan dan perkembangan kemampuan dasar atau pembawaan sampai pada titik optimalnya.
Disadur dari Van Cleve Morris yang berpaham cultural – empirisme berpendapat bahwa pendidikan adalah studi filosofis yang pada dasarnya bukan alat untuk mengalihkan cara hidup secara menueluruh kepada setiap generasi, melainkan juga merupakan agent (lembaga) yang bertugas melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangannya mencapai masa depan yang lebih baik. Studi filosofis disini dimaksudkan, bahwa pendidikan melakukan pemikiran yang sistematis dan logis secara mendasar tentang proses alih nilai kultural suatu masyarakat kepada generasi penerusnya, disisi lain pendidikan menjadi lembaga yang bertugas mengembangkan cita-cita masyarakat untuk meraih kehidupan masa depan yang lebih baik.

Dikutip pula dari Dr. M.J. Langeveld yang berpandangan bahwa pekerjaan mendidik adalah membimbing anak didik yangbelum dewasa kearah kedewasaan yang bercirikan kemandirian (self-standing). Menurutnya, pendidikan dimulai dengan pemeliharaan sebagai persiapan kearah pendidikan sesungguhnya yang menuntut kepada anak didik untuk memahami apa yang dikehendaki oleh pendidik, sebagai pemegang kewibawaan serta ia harus dapat menyadari bahwa apa yang di didiknya adalah amat diperlukan bagi kehidupan dirinya.

Jika pendidikan dilihat dari segi kebudayaan, maka dapat didefinisikan sebagai proses kebudayaan manusia melalui nilai-nilai cultural masyrakat dengan cara transfer (pengalihan) atau transforamsi (pengubahan) nilai-nilai kebudayaan tersebut untuk diwariskan kepada generasi yang lebih muda oleh generasi yang lebih tua. (M. Arifin dan Aminuddin Rasyad, 1994/1995 : 41).

Oleh karenanya seorang guru sebaiknya bersikap hati-hati dalam proses bimbingan kependidikan terhadap anak didik dengan cara mengamati secara teliti tentang perbedaan-perbedaan bakat, watak, dan minat si terdidik untuk dilakukan pendidikan yang megacu kepada individualisasi si terdidik. Kita harus lebih menghargai segala apa yang dimiliki oleh si terdidik untuk dibimbing, bukannya selalu pendidik bersikap sebagai penguasa yang lebih mementingkan kehendaknya terhadap si terdidik (teacher-centered).
Sebagai calon guru di jenjang pendidikan dasar dan menengah, diharapkan memiliki kemampuan dan keterampilan (kompetensi) personal, sosisal dan professional yang memadai untuk tugasnya tersebut.
Kompetensi personal adalah kemapuan mengejawantahkan kepribadian atau jiwa pendidik kedalam perilaku sehari-hari sesuai dengan tugasnya sebagai pendidik, ,isalnya bisa diteladani, jujur, adil, sabar, ramah, tamah dan penuh kasih sayang (“silih asih”).
Kompetensi sosial adalah kemampuan melakukan interaksi atau hubungan dan komunikasi sosial dengan sesama khususnya dengan peserta didik (murid-murid) dan sejawat guru, sesuai dengan norma agama, susila dan social, misalnya hormat kepada yang lebih besar atau tua, saying kepada yang lebih kecil atau muda, sopan santun dalam bergaul dan bisa menempatkan diri sesuai dengan situasi dan kondisi (“empan papan, kala mangsa,duga prayoga”-Jawa = tahu tempat atau posisi dan kenal waktu) untuk “silih asuh silih asah” (saling bombing untuk saling mencerdaskan diri).

Kompetensi professional, disebut juga kemampuan teknis keguruan, adalah keterampilan meyelenggarakan pengajaran sehari-hari (Ahmad Darmadji, HUjair A.H Sanaky, tatang Muhammad Amirin, Muzhoffar Akhwan dan Aden Wijdan S.Z, 1993:1).
Mengajar juga memerlukan kemampuan untuk menjadikan situasi dan kondisi belajar mengajar yang mendukung (kondusif) terhadap tercapainya tujuan pendidikan.
Di lingkungan MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung sebagai seorang pengajar dalam kegiatan belajar mengajar, akan sangat menentukan berahsil tidaknya tujuan yang akan dicapai. Sehingga antara tingkat pendidikan dan keterampilan mengajar terdapat adanya korelasi.
Maksud dari korelasi adalah menghubungkan atau merangkaikan suatu dengan sesuatu. Tersebut dalam kamus Oxford Dictionary : Correlate = have a mutual relation (with to) ; bring (thing) into such relation (with another).
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran dimaksud ialah menghubungkan, merangkaikan satu mata pelajaran dengan lain mata pelajaran, satu gugusan kurikulum dikaitkan dengan kurikulum lainnya.
Dengan korelasi ini orang mengharapkan hasil yang lebih besar lagi daripada pelajaran itu berdiri sendiri-sendiri (Muhammad Zein, 1995 : 101).
     

E.     Hipotesis
Dalam menganalisis data dalam penelitian ini dilakukann dengan teknik statistik, dimana dengan menggunakan teknik statistik tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan serta dapat dipercaya kebenarannya. Disamping itu pula untuk mengetahui apakah terdapat hubungan searah (korelasi posistif) yang signifikan antara tingkat pendidikan guru dengan keterampilan mengajar, untuk menetapkan tersebut, maka ditetapkan sampel sebanyak 15 orang guru MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
Dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan hipotesis alternatif (Ha) dan Hipotesis nihil (Ho), yaitu :
Ha          Ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan guru dengan keterampilan mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
Ho          Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan guru denga keterampilan mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.


F.     Langkah-langkah Penelitian
Metode adalah suatu cara kerja yang utama untuk menguji hipotesis atau anggapan dasar dengan menggunakan teknik atau alat tertentu. Dalam penelitian ini dikemukakan hal-hal sebagai berikut :

  1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif  dan penelitian statistik, yakni jenis penelitian yang menghasilkan temuan dengan menggunakan  prosedur statistik atau cara lain dari kuantitatif. Dalam penelitian ini, semua usaha difokuskan pada upaya mengetahui ada tidaknya korelasi antara tingkat pendidikan guru dengan keterampilan mengahar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
Oleh karenanya, penelitian ini dapat disebut juga sebagai penelitian korelasi, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel. Dengan teknik korelasi, dpat diketahui hubungan varisi dalam suatu variabel dengan variasi yang lain. Besar atau tingginya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi. Koefisien korelasi menunjukan sejauhmana dua variabel penelitian yang ada melakukan korelasi. Apakah keduanya memiliki korelasi yang positif atau sebaliknya.
  1. Definisi Operasional Variabel
Variabel adalah obyek penelitian yang bervarisi (Suharsisni Arikunto, 1997:97). Variabel tersebut misalkan jenis kelamin yang meliputi laki-laki dan perempuan, berat badan yang bervarisi dari 40 kg, 50 kg dan seterusnya. Dalam pengertian alain, veriabel adalah “suatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiyono, 2003:31).
Sedangkan dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah :
a.       Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependent (terkait). Dalam hal ini, yang menjadi variabel bebas adalah tingkat pendidikan guru. Dalam operasiunya, variabel ini ditandai sebagai variabel X.
b.      Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat  adanya variabel bebas. Dalam hal ini yang menjadi variabel terikat adalah keterampilan mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung sebagai variabel Y.
c.       Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan pihak yang seharusnya menjadi sasaran penelitian oleh peneliti. Populasi yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
Adapun sampel dalam penelitian ini ditetapkan 15 guru dari pupulasi yang ada, yaitu sekitar 15% dari populasi setelah terlebih dahulu mempertimbangkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1.      Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi.
2.      Dapat menentukan presisi dan hasil penelitian dengan menentukan hasil penyimpangan baku (standard) dari taksiran yang diperoleh.
3.      Sederhana hingga dapat dilakukan
4.      dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah-rendahnya.
5.      Besarnya sampel tidah boleh kurang dari 10% dari populasi dan/atau besarnya sampel minimum 5% dari jumlah satuan-satuan elementer dari populasi (Masri Singarimbun dkk, 1983:105-106).
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Proforsional Random Sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dengan memperhatikan proporsi masing-masing sub populasi. Proporsional (berimbang) menunjuk pada ukuran yang tidak sama, disesuaikan dengan jumlah anggota tiap-tiap kelompok yang lebih besar, sehingga peneliti mengambil wakil-wakil dari setiap kelompok populasi yang besaran jumlahnya ditentukan dengan jumlah anggota subyek yang ada didalam masing-masing kelompok tersebut (Suharismi Arikunto, 2003:130).

G.    Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang obyektif, penelitian ini menggunakan metode :
  1. Metode Wawancara
Wawancara adalah sejumlah pertanyaan lisa yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang peribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Wawancara tersebut berisi pertanyaan mengenai variabel penelitian, yaitu tingkat pendidikan guru dengan ketempilan mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.

  1. Metode Dokumentasi
Dalam metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti kitab-kitab, buku-buku, majalah dan dokumen lainnya. Alat yang digunakan adalah bentuk chech list, yaitu suatu daftar yang berisi nama-nama subyek dan faktor-faktor yang diselidiki. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai tingkat pendidikan guru dengan keterampilan mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.


H.    Teknik Analisa Data
Secara sederhana, data adalah keterangan-keterangan tentang suatu fakta mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Sedangkan analisis data kegiatan mengorganisasikan data kedalam susunan tertentu guna menginterpretasikan data. Proses analisa merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan perihal rumus dan pelajaran atau hal-hal apapun yang diperoleh dalam proyek penelitian.
Dalam penelitian ini, data yang diperolah kemudian di anaklisis secara kuantitatif dengan menggunakan metode statistik, melalui cara-cara tertentu yang meliputi mengumpulkan, menyusun atau mengatur, menyajikan, menganalisa dan memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keteranga yang berupa angka, sedemikian rupa sehingga kumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat memberikan pengertian dan makna tertentu.

I.       Sistematika Pembahasan
Penelitian ini terdiri dari lima bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab I            Meliputi Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Langkah-langkah Penelitian, Metode Pengumpulan Data, Teknik Analisa Data dan Sistematika Pembahasan.
Bab II                    Meliputi Landasan Teori atau Analisis Teoritik
Bab III         Meliputi gambaran umum tentang MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung, berisi tentang letak geografis, profil guru dan siswa.
Bab IV         Meliputi analisa data yang telah terkumpul selama penelitian untuk mengetahui tingkat pendidikan guru dan keterampilan mengajarnya serta hasil analisa statistik tentang korelasi antar keduanya.
Bab V                Meliputi Simpulan dan Saran
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar