BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan suatu bangsa,
pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin perkembangan
dan kelangsungan kehidupannya. Pendidikan dapat mengukur kebesaran suatu bangsa
di masa depan. Bangsa yang terdidik dianggap memiliki kekuatan dan kehormatan
besar. Sebagaimana dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 :
“Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indoneisia telah
mengantarkan pembentukan suatu pemerintahan Negara Indonesia untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan
kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa” (UU RI No.2 tahun 1989).
Kalimat “mencerdaskan kehidupan
bangsa” diatas adalah kristalisasi dari kesadaran kebangsaan terhadap
pentingnya peranan pendidikan. Kesadaran tersebut menyiratkan bahwa bangunan
Negara Republik Indonesia tidak mungkin lestari dan maju tanpa di dukung oleh
manusia-manusia yang cerdas.
Hal ini dapat kita lihat pula dalam
GBHN 1992/1994 tentang pendidikan nasional yang menyatakan :
“Pendidikan nasional bertujuan meningkatkan kualitas manusia
Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi luhur, berkepribadian maju, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif,
terampil, berdisiplin, beretos kerja, professional, dan bertanggung jawab serta
menumbuhkan semangat kebangsaan dan kesetiaan sosial serta kesadaran pada
sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta berorientasi pada
masa depan. Iklim belajar mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan
budaya belajar di kalangan masyarakat terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan
perilaku yang kreatif, inovatif dan keinginan untuk maju”.
Bertolak dari statemen diatas, bangsa
Indonesia harus mampu menyiapkan tenaga pendidik yang terampil, yang secara
langsung akan berinteraksi dalam proses belajar mengajar (Muhibin Syah,
2001:220). Karena dari peran seorang tenaga pendidik diharapkan masyarakat
memperoleh pengetahuan yang berarti. Mereka berkewajiban mencerdaskan bangsa
menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan Pancasila.
Tugas dan peran guru bagi suatu
bangsa sangatlah penting, karena merupakan komponen strategis dalam menentukan
gerak maju kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor condisio
sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun dalam
kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih-lebih pada era kontemporer ini. Betapa
canggihnya suatu program pendidikan berbasis teknologi informasi misalnya,
tetap tidak bisa meninggalkan peranan guru.
Mutu pendidikan terletak dalam mutu
seorang guru. Kendati bukan satu-satunya faktor penentu, namun guru tetap
menjadi faktor kunci yang paling menentukan, karena proses kegiatan belajar
mengajar ditentukan oleh pendidik dan peserta didik (Hadi Soeparto, 1989:3).
Peran guru ini mewakili pentingnya arti sentuhan kemanusiaan dalam pendidikan,
dimana peran manusia melebihi segalanya. Terlebih lagi denga adanya manajemen
berbasis sekolah yang menurut professionalisme guru dalam mengelola kegiatan
pendidikan. Sehingga peran guru sangatlah besar dalam pendidikan dewasa ini.
Untuk itulah seorang guru memerlukan
kompetensi keguruan dalam melaksanakan tugas dan perannya. Untuk itu diperlukan
standarisasi kompetensi keguruan. Sebagai dukungan, pemerintah memberikan rambu-rambu
pada semua pendidikan formal dalam menyediakan tenaga pendidik lewat
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 42 ayat 1 yang
menyatakan :
“Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan
sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Formulasi tersebut merupakan kemauan
keras bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya. Dengan adanya
undang-undang ini diharapkan tenaga pendidik yang ada di lembaga pendidikan
formal memiliki kualifikasi minimum untuk menjadi seorang guru di jenjang
pendidikan dimana ia mengajar dan memiliki sertifikasi baik dalam bentuk ijazah
maupun sertifikasi kompetensi.
Dengan demikian, orang yang mendapat
kategori layak mengajar berarti memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan,
diantaranya memiliki latar belakang pendidikan keguruan itulah yang menjadi
prasyarat standard kompetensi guru dalam karier professional sebagai pengajar.
Bahkan pemerintah pada saat ini
sedang berupaya meningkatkan kualitas proffesionalisme guru diantaranya dengan
alih fungsinya SPG/SGP menjadi lembaga lain yakni Pendidikan Guru Sekolah Dasar
(PGSD), penyelenggaraan program penyetaraan D-2 untuk guru yang berijazah
setingkat SPG, serta program penyetaraan D-3 bagi guru-guru SMP yang berijazah D-2
(Uzer Usman,2001:2).
Dengan kesesuaian latar belakang
pendidikan ini pula diharapkan tenaga pendidik yang berada di lembaga
pendidikan formal memiliki kompetensi lulusan yang merupakan salah satu
standard nasioanal pendidikan kita sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang
RI No.20 tahun 2003 pasal 35. Kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan (UU RI Nomor 20 tahun
2003). Diantaranya keterampilan yang harus di muliki oleh seorang tenaga
pendidik adalah keterampilan dalam mengajar.
Namun realitas obyektif yang terdapat
pada institusi pendidikan formal menunjukan indikasi yang berada dengan idealitasnya,
yaitu adanya tenaga pendidik yang tidak memiliki latar belakang pendidikan
keguruan memadai. ataupun tenaga pendidik tersebut memiliki latar belakang
pendidikan keguruan, namun belum memenuhi syarat untuk menjadi tenaga pengajar
sesuai dengan tingkat sekolah yang ia tekuni sebagaimana komposisi yang telah
disebutkan diatas.
Hal tersebut dapat saja terjadi pada
sistem pendidikan nasional kita yang bersifat masal sehingga menyebabkan
kekurangan tenaga pengajar seperti di daerah terpencil dan pedesaan. Kekurangan
itu terlihat lebih jelas ketika diadakan program pendidikan dasar 9 tahun yang
dilaksanakan secara bertahap mulai tahun pelajaran1994/1995. Keputusan itu
menyebabkan banyaknya siswa yang belajar di sekolah namun masih kesulitan dalam
mendapatkan tenaga pengajar. Dengan kata lain lembaga-lembaga pendidikan kita
masih kekurangan guru yang berkompeten, terutama pada sekolah-sekolah swasta.
Berangkat dari penjelasan diatas, penulis berasumsi bahwa rendahnya
tingkat/latar belakang pendidikan seorang guru akan dapat mempengaruhi kompetensinya
dalam mengajar. Artinya, rendahnya tingkat pendidikan seorang guru berbanding
lurus dengan rendahnya keterampilan mengajarnya, maka di ambillah judul Penelitian HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN GURU DENGAN KETERAMPILAN MENGAJAR
MEREKA.
Secara logis dapat dikatakan bahwa
keterampilan mengajar, dalam prakteknya menuntut adanya pengetahuan
multidisipliner yang secara formal dapat didapatkan melalui lembaga pendidikan
keguruan. Walaupun tidak dapat dipungkiri adanya guru yang tidak berkompetensi
formal, namun mendapatkan keterampilan mengajar pada lembaga sekolah yang tidak
sesuai dengan latar belakang pendidikannya namun memiliki kemampuan professional
seorang guru, meskipun dasarnya kemungkinan hanya analisi bukan
pertimbangan rasional analitik seorang professional.
Dari fenomena diatas penulis
merasakan perlu adanya penelitian tentang hubungan tingkat pendidikan guru
dengan keterampilan mengajar sebagaimana diungkapkan Nana Sudjana :
“Tinggi rendahnya pengakuan profesi guru, salah satu diantaranya cukupdari
tingkat pendidikan yang ditempuhnya dalam mempersiapkan jabatan tersebut
(fre-service educatins) Sungguhpun demikian masih perlu dipersembahkandan
dibuktikan bahwa guru yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, lebih tinggi
pula kompetensinya jika dibandingkan dengan guru yang berpendidikan lebih
rendah.
B.
Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas,
maka dapat kami kemukakan rumusan masalah sebagai berikut :
- Bagaimana tingkat pendidikan guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg dan Kabupen Bandung .
- Bagaimana keterampilan mengajar guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
- Apakah terdapat korelasi antara tingkat pendidikan guru dengan keterampilan mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
C.
Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam penelitian ini
adalah :
- Untuk mengetahui tingkat pendidikan guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
- Untuk mengetahui keteampilan mengajar guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
- Untuk mengetahui ada atau tidaknya korealsi antara tingkat pendidikan dengan keterampilan mengajar guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
D.
Kerangka Pemikiran
Dalam proses belajar mengajar,
seorang guru tidak dapat terlepas dari pendidikan dapat diartikan sebagai
proses bimbingan dan pengarahan yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak
didik ke arah pertumbuhan dan perkembangan kemampuan dasar atau pembawaan
sampai pada titik optimalnya.
Disadur dari Van Cleve Morris yang berpaham cultural – empirisme berpendapat
bahwa pendidikan adalah studi filosofis yang pada dasarnya bukan alat untuk
mengalihkan cara hidup secara menueluruh kepada setiap generasi, melainkan juga
merupakan agent (lembaga) yang bertugas melayani hati nurani masyarakat dalam
perjuangannya mencapai masa depan yang lebih baik. Studi filosofis disini
dimaksudkan, bahwa pendidikan melakukan pemikiran yang sistematis dan logis
secara mendasar tentang proses alih nilai kultural suatu masyarakat kepada
generasi penerusnya, disisi lain pendidikan menjadi lembaga yang bertugas
mengembangkan cita-cita masyarakat untuk meraih kehidupan masa depan yang lebih
baik.
Dikutip pula dari Dr. M.J. Langeveld yang berpandangan bahwa
pekerjaan mendidik adalah membimbing anak didik yangbelum dewasa kearah
kedewasaan yang bercirikan kemandirian (self-standing). Menurutnya, pendidikan
dimulai dengan pemeliharaan sebagai persiapan kearah pendidikan sesungguhnya
yang menuntut kepada anak didik untuk memahami apa yang dikehendaki oleh pendidik,
sebagai pemegang kewibawaan serta ia harus dapat menyadari bahwa apa yang di
didiknya adalah amat diperlukan bagi kehidupan dirinya.
Jika pendidikan dilihat dari segi kebudayaan, maka dapat
didefinisikan sebagai proses kebudayaan manusia melalui nilai-nilai cultural
masyrakat dengan cara transfer (pengalihan) atau transforamsi (pengubahan)
nilai-nilai kebudayaan tersebut untuk diwariskan kepada generasi yang lebih
muda oleh generasi yang lebih tua. (M. Arifin dan Aminuddin Rasyad, 1994/1995 :
41).
Oleh karenanya seorang guru sebaiknya
bersikap hati-hati dalam proses bimbingan kependidikan terhadap anak didik
dengan cara mengamati secara teliti tentang perbedaan-perbedaan bakat, watak,
dan minat si terdidik untuk dilakukan pendidikan yang megacu kepada individualisasi
si terdidik. Kita harus lebih menghargai segala apa yang dimiliki oleh si
terdidik untuk dibimbing, bukannya selalu pendidik bersikap sebagai penguasa
yang lebih mementingkan kehendaknya terhadap si terdidik (teacher-centered).
Sebagai calon guru di jenjang pendidikan dasar dan
menengah, diharapkan memiliki kemampuan dan keterampilan (kompetensi) personal,
sosisal dan professional yang memadai untuk tugasnya tersebut.
Kompetensi personal adalah kemapuan
mengejawantahkan kepribadian atau jiwa pendidik kedalam perilaku sehari-hari
sesuai dengan tugasnya sebagai pendidik, ,isalnya bisa diteladani, jujur, adil,
sabar, ramah, tamah dan penuh kasih sayang (“silih asih”).
Kompetensi sosial adalah kemampuan melakukan interaksi atau hubungan
dan komunikasi sosial dengan sesama khususnya dengan peserta didik
(murid-murid) dan sejawat guru, sesuai dengan norma agama, susila dan social,
misalnya hormat kepada yang lebih besar atau tua, saying kepada yang lebih
kecil atau muda, sopan santun dalam bergaul dan bisa menempatkan diri sesuai
dengan situasi dan kondisi (“empan papan, kala mangsa,duga prayoga”-Jawa = tahu
tempat atau posisi dan kenal waktu) untuk “silih asuh silih asah” (saling
bombing untuk saling mencerdaskan diri).
Kompetensi professional, disebut juga
kemampuan teknis keguruan, adalah keterampilan meyelenggarakan pengajaran
sehari-hari (Ahmad Darmadji, HUjair A.H Sanaky, tatang Muhammad Amirin,
Muzhoffar Akhwan dan Aden Wijdan S.Z, 1993:1).
Mengajar juga memerlukan kemampuan
untuk menjadikan situasi dan kondisi belajar mengajar yang mendukung (kondusif)
terhadap tercapainya tujuan pendidikan.
Di lingkungan MI FATHUL IHSAN
Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung sebagai seorang pengajar dalam kegiatan
belajar mengajar, akan sangat menentukan berahsil tidaknya tujuan yang akan
dicapai. Sehingga antara tingkat pendidikan dan keterampilan mengajar terdapat
adanya korelasi.
Maksud dari korelasi adalah
menghubungkan atau merangkaikan suatu dengan sesuatu. Tersebut dalam kamus Oxford
Dictionary : Correlate = have a mutual relation (with to) ; bring
(thing) into such relation (with another).
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran
dimaksud ialah menghubungkan, merangkaikan satu mata pelajaran dengan lain mata
pelajaran, satu gugusan kurikulum dikaitkan dengan kurikulum lainnya.
Dengan korelasi ini orang
mengharapkan hasil yang lebih besar lagi daripada pelajaran itu berdiri sendiri-sendiri
(Muhammad Zein, 1995 : 101).
E.
Hipotesis
Dalam menganalisis data dalam
penelitian ini dilakukann dengan teknik statistik, dimana dengan menggunakan
teknik statistik tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang benar dan
dapat dipertanggung jawabkan serta dapat dipercaya kebenarannya. Disamping itu
pula untuk mengetahui apakah terdapat hubungan searah (korelasi posistif) yang
signifikan antara tingkat pendidikan guru dengan keterampilan mengajar, untuk
menetapkan tersebut, maka ditetapkan sampel sebanyak 15 orang guru MI FATHUL
IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
Dalam penelitian ini, maka penulis
merumuskan hipotesis alternatif (Ha) dan Hipotesis nihil (Ho), yaitu :
Ha Ada
pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan guru dengan keterampilan
mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
Ho Tidak
ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan guru denga keterampilan
mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
F.
Langkah-langkah
Penelitian
Metode adalah suatu cara kerja yang
utama untuk menguji hipotesis atau anggapan dasar dengan menggunakan teknik
atau alat tertentu. Dalam penelitian ini dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
- Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dan penelitian statistik, yakni jenis penelitian yang menghasilkan
temuan dengan menggunakan prosedur
statistik atau cara lain dari kuantitatif. Dalam penelitian ini, semua usaha
difokuskan pada upaya mengetahui ada tidaknya korelasi antara tingkat
pendidikan guru dengan keterampilan mengahar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg
Kabupaten Bandung.
Oleh karenanya, penelitian ini dapat
disebut juga sebagai penelitian korelasi, yaitu penelitian yang dimaksudkan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel.
Dengan teknik korelasi, dpat diketahui hubungan varisi dalam suatu variabel
dengan variasi yang lain. Besar atau tingginya hubungan tersebut dinyatakan
dalam bentuk koefisien korelasi. Koefisien korelasi menunjukan sejauhmana dua
variabel penelitian yang ada melakukan korelasi. Apakah keduanya memiliki
korelasi yang positif atau sebaliknya.
- Definisi Operasional Variabel
Variabel adalah obyek penelitian yang
bervarisi (Suharsisni Arikunto, 1997:97). Variabel tersebut misalkan jenis
kelamin yang meliputi laki-laki dan perempuan, berat badan yang bervarisi dari
40 kg, 50 kg dan seterusnya. Dalam pengertian alain, veriabel adalah “suatu hal
yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya”
(Sugiyono, 2003:31).
Sedangkan dalam penelitian ini variabel yang digunakan
adalah :
a.
Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependent (terkait). Dalam hal ini, yang menjadi variabel bebas adalah tingkat pendidikan
guru. Dalam operasiunya, variabel ini ditandai sebagai variabel X.
b.
Variabel Terikat
Variabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat
adanya variabel bebas. Dalam hal ini yang menjadi variabel terikat
adalah keterampilan mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten
Bandung sebagai variabel Y.
c.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan pihak
yang seharusnya menjadi sasaran penelitian oleh peneliti. Populasi yang
ditetapkan dalam penelitian ini adalah guru di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg
Kabupaten Bandung.
Adapun sampel dalam penelitian ini
ditetapkan 15 guru dari pupulasi yang ada, yaitu sekitar 15% dari populasi
setelah terlebih dahulu mempertimbangkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1.
Dapat menghasilkan gambaran yang
dapat dipercaya dari seluruh populasi.
2.
Dapat menentukan presisi dan
hasil penelitian dengan menentukan hasil penyimpangan baku (standard) dari
taksiran yang diperoleh.
3.
Sederhana hingga dapat
dilakukan
4.
dapat memberikan keterangan
sebanyak mungkin dengan biaya serendah-rendahnya.
5.
Besarnya sampel tidah boleh
kurang dari 10% dari populasi dan/atau besarnya sampel minimum 5% dari jumlah
satuan-satuan elementer dari populasi (Masri Singarimbun dkk, 1983:105-106).
Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik Proforsional Random Sampling yaitu pengambilan sampel
secara acak dengan memperhatikan proporsi masing-masing sub populasi.
Proporsional (berimbang) menunjuk pada ukuran yang tidak sama, disesuaikan
dengan jumlah anggota tiap-tiap kelompok yang lebih besar, sehingga peneliti
mengambil wakil-wakil dari setiap kelompok populasi yang besaran jumlahnya
ditentukan dengan jumlah anggota subyek yang ada didalam masing-masing kelompok
tersebut (Suharismi Arikunto, 2003:130).
G.
Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang obyektif,
penelitian ini menggunakan metode :
- Metode Wawancara
Wawancara adalah sejumlah pertanyaan
lisa yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang peribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Wawancara tersebut
berisi pertanyaan mengenai variabel penelitian, yaitu tingkat pendidikan guru
dengan ketempilan mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten
Bandung.
- Metode Dokumentasi
Dalam metode dokumentasi, peneliti
menyelidiki benda-benda tertulis seperti kitab-kitab, buku-buku, majalah dan
dokumen lainnya. Alat yang digunakan adalah bentuk chech list, yaitu suatu
daftar yang berisi nama-nama subyek dan faktor-faktor yang diselidiki. Metode
ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai tingkat pendidikan guru dengan
keterampilan mengajar di MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung.
H.
Teknik Analisa Data
Secara sederhana, data adalah
keterangan-keterangan tentang suatu fakta mengenai segala hal yang berkaitan
dengan tujuan penelitian. Sedangkan analisis data kegiatan mengorganisasikan data
kedalam susunan tertentu guna menginterpretasikan data. Proses analisa
merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan perihal rumus dan
pelajaran atau hal-hal apapun yang diperoleh dalam proyek penelitian.
Dalam penelitian ini, data yang
diperolah kemudian di anaklisis secara kuantitatif dengan menggunakan metode
statistik, melalui cara-cara tertentu yang meliputi mengumpulkan, menyusun atau
mengatur, menyajikan, menganalisa dan memberikan interpretasi terhadap
sekumpulan bahan keteranga yang berupa angka, sedemikian rupa sehingga kumpulan
bahan keterangan yang berupa angka itu dapat memberikan pengertian dan makna
tertentu.
I.
Sistematika Pembahasan
Penelitian ini terdiri dari lima bab
dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab I Meliputi Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Kerangka Pemikiran, Langkah-langkah Penelitian, Metode Pengumpulan
Data, Teknik Analisa Data dan Sistematika Pembahasan.
Bab II Meliputi
Landasan Teori atau Analisis Teoritik
Bab III Meliputi gambaran umum tentang MI FATHUL IHSAN Kecamatan Nagreg
Kabupaten Bandung, berisi tentang letak geografis, profil guru dan siswa.
Bab IV Meliputi analisa data yang telah terkumpul selama penelitian
untuk mengetahui tingkat pendidikan guru dan keterampilan mengajarnya serta
hasil analisa statistik tentang korelasi antar keduanya.
Bab V Meliputi
Simpulan dan Saran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar