Sabtu, 25 Mei 2013

BABI NGEPET

Babi ngepet. Salah satu profesi menyimpang dari tatanan agama samawi ini punya pesan yang merangsang jemariku membuat catatan ini. Profesi ini membuat seseorang mampu mendapatkan harta dengan memuja jin. Orang yang sudah buntu pikirannya ini akan berubah menjadi babi jadi-jadian yang lihai mencuri uang, kemudian hidup dan matinya tergantung lilin yang dijaga oleh partnernya. Lilin harus tetap menyala. Jika padam, maka orang yang sedang beroperasi mencuri dengan fisik babi itu akan secara otomatis menemukan bad ending-nya mati alias koit.
Babi ngepet. Aku tertarik. Tapi, bukan untuk menjadi seorang babi ngepet, tapi aku tertarik dengan lilinnya. Hehehe. Kenapa? Karena lilin sangat penting bagi kehidupan si babi ngepet. Padam lilin, matilah si babi.
Imajinasi nakalku menganalogikan hidup dan mati kita juga bergantung pada sebuah lilin layaknya si babi ngepet. Padam lilin itu, maka jadilah kita mayat hidup, bahkan mungkin mayat sungguhan. Hehehe.
Apa lilin itu? Lilin itu adalah semangat. Adakah dari kita yang mampu survive mengarungi hidup tanpa semangat? Nihil. Tak satupun kita yang akan mampu. Hidup punya bergudang-gudang tantangan yang mutlak kita hadapi.
Bagaimana agar semangat tetap hidup? Adalah penting bagi kita agar tetap memiliki visi yang tetap terjaga visualisasinya dalam hati, pikiran maupun bentuk-bentuk yang tertangkap oleh mata kita (bisa dalam bentuk tulisan ataupun gambar).
Namun perlu diketahui, persoalan baru akan muncul tatkala kita terjebak pada visi yang membuat kita bingung, resah dan gelisah alias tak tenang. Kondisi seperti ini akan terjadi jika antara visi dan realita punya gap yang jauh. Contoh, mungkin saja kita sudah merasa berusaha maksimal namun visi tak kunjung tergenggam. Kondisi ini akan mudah membuat seseorang menjadi tak bersemangat. Artinya padamlah lilin itu dan akhirnya innalillahi. Hehehe.
Padahal, jika mau bijak, visi yang telah ditetapkan tak sedikitpun bersalah. Yang salah adalah sang perealisasi visi tersebut. Dia sendiri yang memadamkan lilin semangat, bukan visi. Sang perealisasi visi lupa bahwa lilin tersebut akan tetap menyala jika dijaga konsisten oleh tiga partner penjaga lilin yang bernama sabar, syukur, dan tawakal. Inilah tiga partner penjaga lilin semangat dalam hidup kita.

1. Sabar. Apapun yang terjadi, yakinilah bahwa semua yang terjadi adalah yang terbaik bagi kita. Yakinilah tak pernah ada buah pahit dari sabar. Semuanya manis.
2. Syukur. Tak ada rasa berkekurangan jika syukur tetap memeluk hati. Tak ada keluh kesah. Yang ada hanya ucapan terimakasih atas segala sesuatu yang terjadi atas kita. Tak ada gelap, yang ada hanya terang. Tak ada susah, yang ada hanya senang. Tak ada kegagalan, yang ada hanya proses menuju kesuksesan.
3. Tawakal. Serahkan segala sesuatunya kepada Allah yang Maha Tunggal dan Maha Berkuasa. Tugas kita hanyalah berusaha, berusaha, dan berusaha dengan niat bersih. Dia maha adil. Siang 12 jam, malampun 12 jam. Hasil akan sebanding dengan usaha. Ini pasti. Yakinilah Dia itu maha pengasih dan penyayang. Kesal dan berkeluh kesah adalah bentuk sikap yang melecehkan eksistensi kemahapengasihan dan kemahapenyayangan Nya. Hasil urusan Allah Yang Maha, berusaha urusan kita. Dijamin pusing, bingung dan resah jika urusan kita tak kita pikirkan, malahan kita sibuk pikirkan urusan Allah. Manusia berusaha, Allah memberikan hasil. Jadi, terserah Dia saja. Dan ingat, Dia itu maha adil lho. Hehehe.
Inilah ketiga penjaga lilin semangat dalam diri kita untuk menjinakan hidup. Bervisilah asal hati tetap tenang. Masa depan boleh dipikirkan tapi jangan dibingungkan. Sesuatu yang benar pasti menenangkan hati. Maka pilihlah visi yang menenangkan hati.
Kita semua bisa. Yakinlah anda bisa. Kita semua pasti bisa. Bisa jadi pribadi visioner yang sukses dan mengagumkan, bisa juga jadi babi ngepet. Tinggal pilih saja siapa penjaga lilin kita. Kalau penjaganya adalah tiga partner penjaga, maka kita adalah sang visioner. Kalau penjaganya adalah seorang manusia biasa, maka kita adalah sang? Tahu kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar