Dasar hukum nikah adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah dan Ijma'.
Allah berfirman, "Maka nikahilah wanita-wanita yang baik bagi kamu dua, tiga, atau empat." (An-Nisaa': 3)
Nabi Muhammad shallalahu alaihi wa sallam bersabda, "Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kamu yang mempunyai kesanggupan, maka menikahlah," (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan ummat Islam berijma' tentang diysriatkannya nikah.
Hukum Nikah.
Hukum nikah berbeda-beda sesuai keaadan manusianya. BIsa jadi nikah itu wajib bagi seseorang, dan bisa jadi sunnah bagi yang lain. Dan manusia dibagi menjadi tiga golongan dalam hukum nikah ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni, beliau berkata, "Dalam masalah nikah, manusia dibagi menjadi tiga golongan. Pertama; orang yang khawatir jatuh dalam perbuatan yang dilarang apabila dia tidak menikah, maka wajib baginya menikah sebagaimana pendapat kebanyakan ulama fikih, karena wajib baginya untuk menjaga kehormatran dirinya dan melindungi dirinya dari keharaman dan jalannya adalah dengan menikah.
Kedua; orang yang disunnahkan baginya menikah, yaitu orang yang mempunyai syahwat kepada lawan jenis tetapi dia bisa menjaga diri dari jatuh kedalah hal yang dilarang. Maka menikah lebih utama baginya daripada melakukan ibadah-ibadah sunnah.
Ketiga; orang yang tidak mempunyai syahwat, baik karena memang dia tercipta tanpa memili syahwat, seperti orang impoten, lemah syahwat, atau orang yang dulunya mempunyai syahwat, tetapi hilang karena sudah tua atau sakit atau yang lain. Dalam hal ini ada dua sisi, dianjurkan baginya menikah dan apabila dia tidak menikah itu lebih utama.
Barangsiapa memiliki syahwat, maka disunnahkan baginya menikah karena syariat Islam memrintahkannya. Nabi bersabda, "Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kamu yang mempunyai kesanggupan, maka menikahlah," (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Karena didalam pernikahan terdapat banyak kebaikan seperti menjaga kemaluan suami dan sitri dari hal-hal haram, emmperbanyak keturunan, dan memperbanyak umat Islam.
Dan diharamkan menikah apabila berada di darul harb kecuali karena terpaksa. Juga diharamkan bagi yang tidak mampu secara materi dan tidak mampu menggauli istrinya.
Dimakruhkan menikah bagi mereka yang tidak mampu secara ekonomi sebagaimana firman Allah, "Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya." (An-Nur: 33) Juga sabda Nabi, ""Wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kamu yang mempunyai kesanggupan, maka menikahlah," (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Juga dimakruhkan menkah (poligami) bagi yang takut tidak bisa berbuat adil diantara istri-sitri.
Rukun Nikah
1. Calon suami dan istri yang tidak terhalang untuk menikah.
2. Ijab; yaitu lafad menikahkan yang diucapkan oleh wali atau yang mewakilinya.
3. Qobul; yaitu lafad menerima yang diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya.
Syarat-Syarat Nikah
Akad nikah yang shahih mempuyai empat syarat;
Pertama; ridho kedua mempelai. Maka tidak boleh memaksa seorang laki-laki untuk menikahi wanita yang tidak diinginkannya, dan tidakboleh memaksa seorang wanita untu menikahi laki-laki yang tidak diinginkannya.
Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa." (An-Nisaa': 19)Nabi bersabda, "Tidak boleh menikahkan seorang janda sampai dia diajak musyawarah (diminta pendapat) dan tidak boleh menikahkan seorang gadis sampai dimintai izinnya.” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya seorang gadis? Beliau bersabda, “Apabila dia diam�" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
diriwayatkan dari Khantsa' bin Judzam bahwa ayahnya menikahkannya tanpa seizinnya, sedangkan dia adalah janda, maka dia mendatangi Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam dan beliau menolak pernikahannya. (HR. Ibnu Majjah)
Nabi melarang menikahkan perempuan kecuali tanpa keridhoan dari perempuan tersebut, baik dia gadis atau janda. Bedanya kalau janda harus mengucapkan bahwa dia ridho, sedangkan untuk gadis cukup dengan diamnya karena dia malu untuk menyampaikan rasa ridhonya secara terang-terangan. Apabila dia tidak ridho, maka tidak boleh ada yang memaksanya untuk menikah, walaupun itu ayahnya. sebagaimana dalil-dalil diatas.
Dan tidak ada dosa bagi ayahnya bila tidak menikahkannya dalm keadaan seperti ini, karena dialah yang enggan untuk menikah. Akan tetapi wajib baginya menjaga dan melindunginya. Apablia ada dua orang yang melamarnya, lalu anak perempuannya berkata, "Aku mau menikah dengan yang ini," lalu walinya ingin menikahkan dengan yang lain, maka dia dinikahnkan dengan lelaki yang diinginkannya apabila dia sekufu'. Apabila tidak maka walinya berhak melarangnya dalam keadaan seperti ini, dan tidakmengapa baginya. Sebagaimana perkataan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam kitab Az-Zawaj.
Kedua; Kepastian siapa istri atau suami.
Seperti bila wali mengatakan, "Aku nkahkan kamu dengan anakku fulanah, atau anakku yang tinggi ini, atau lafad semisalnya yang menegaskan siapa calon istrinya apabila dia mempunyai beberapa anak misalnya.
Ketiga; Adanya wali bagi mempelai wanita
Tidak sah pernikahan tanpa adanya wali dari mempelai wanita. Sebagaimana sabda Nabi, "Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi)
Bila seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri baik dengan mengucapkan akad sendiri atau dengan mewakilkan kepada orang lain maka nikahnya tidak sah.
Keempat; Adanya saksi.
Yaitu hadirnya dua saksi pada saat akad nikah. Saksi haruslah orang yang adil dan diterima oleh masyarakat, sebagaimana sabda Nabi, "Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi)
Akibat Hukum Pernikahan1. Kewajiban memberi mahar oleh suami kepada istri
2. Kewajiban nafkah atas suami kepada istri
3. Hubungan antara suami dan istri dan keluarganya
4. Timbulnya kemahraman
4. Adanya hukum waris
Tidak ada komentar:
Posting Komentar